Pola Pendidikan Ahok: Menanamkan Kejujuran Sejak Dini di Sekolah

Basuki Tjahaja Purnama atau yang akrab disapa Ahok bukan hanya dikenal karena ketegasannya dalam memimpin, tetapi juga karena komitmennya  terhadap nilai-nilai moral yang kuat, terutama kejujuran. Dalam berbagai kesempatan, ia menekankan bahwa pendidikan karakter, khususnya kejujuran, harus dimulai sejak anak duduk di bangku sekolah dasar.

Visi Ahok dalam Dunia Pendidikan

Ahok percaya bahwa pendidikan bukan hanya soal akademik, tapi juga tentang bagaimana membentuk manusia seutuhnya. Ia menginginkan agar sistem pendidikan kita tidak hanya fokus pada nilai ujian, melainkan juga menanamkan nilai moral, seperti kejujuran, kerja keras, dan tanggung jawab.

Baca juga:

Pendidikan Anak SD: Membangun Pondasi yang Kuat Sejak Dini

Cara Menanamkan Nilai Kejujuran Sejak Dini

  1. Membiasakan siswa berkata jujur tanpa takut dihukum.

  2. Menyediakan ruang diskusi terbuka antara guru dan murid.

  3. Memberikan contoh nyata dari para guru dan orang tua.

  4. Memberikan penghargaan bagi siswa yang bersikap jujur.

  5. Membangun budaya sekolah yang transparan dan adil.

Mengikuti pola pendidikan Ahok bukan berarti mengubah kurikulum sepenuhnya, tapi menyisipkan nilai-nilai moral ke dalam setiap pelajaran dan aktivitas di sekolah. Dengan begitu, generasi muda akan tumbuh menjadi pribadi yang tidak hanya cerdas, tapi juga berkarakter kuat dan siap menghadapi tantangan hidup dengan integritas

Cara Bangsa Romawi Belajar: Ternyata Gak Kalah Modern!

Bangsa Romawi dikenal sebagai salah satu peradaban terbesar dalam sejarah dunia. Tapi tahukah kamu, cara mereka belajar pada zaman dahulu ternyata nggak kalah modern dengan sistem pendidikan masa kini? Bahkan beberapa metode mereka masih bisa kita temukan dalam proses belajar sekarang.

Pendidikan untuk Semua (yang Mampu)

Pendidikan di Romawi pada awalnya hanya bisa dinikmati oleh anak laki-laki dari keluarga kaya. Mereka belajar di rumah bersama tutor pribadi atau di sekolah kecil bernama ludus. Meski terlihat kuno, model ini mirip dengan homeschooling atau bimbel eksklusif zaman sekarang.

Di tahap awal, anak-anak belajar baca, tulis, dan hitung. Setelah itu, mereka yang melanjutkan ke tingkat lebih tinggi belajar sastra, sejarah, dan retorika—keterampilan berbicara di depan umum yang sangat penting di masyarakat Romawi. Mirip kan dengan materi

Baca juga: public speaking dan critical thinking yang sekarang banyak diajarkan

Disiplin Keras dan Jadwal Ketat

Jangan bayangkan suasana belajar santai. Sekolah Romawi sangat disiplin, bahkan sering disertai hukuman fisik kalau ada yang melanggar aturan. Mereka terbiasa belajar dari pagi hingga siang, dan kadang dilanjutkan latihan fisik—pendekatan yang menekankan keseimbangan antara tubuh dan pikiran. Pola ini bisa dibilang jadi cikal bakal pendidikan berbasis karakter dan aktivitas fisik yang kini diterapkan di banyak sekolah modern.

Guru Adalah Segalanya

Guru di zaman Romawi disebut ludi magister atau grammaticus. Mereka sangat dihormati karena dianggap sebagai penjaga ilmu dan moral. Meski gajinya kecil, profesi guru sangat bergengsi. Konsep ini masih kita jumpai hari ini, di mana peran guru tetap menjadi fondasi utama kemajuan pendidikan.

Perpustakaan dan Catatan

Bangsa Romawi sudah terbiasa mencatat, bahkan mengoleksi teks-teks penting dalam bentuk gulungan. Meski belum ada buku cetak, mereka punya sistem dokumentasi dan referensi yang cukup tertata. Ini mirip dengan konsep perpustakaan digital zaman sekarang—bedanya cuma di teknologi.

Cara belajar bangsa Romawi mungkin terdengar sederhana, tapi ternyata banyak nilai yang masih relevan. Disiplin, retorika, keseimbangan fisik dan mental, serta penghargaan terhadap guru dan literasi adalah prinsip yang terus bertahan hingga kini. Jadi, meski hidup ribuan tahun lalu, orang Romawi sudah punya cara belajar yang cukup “kekinian”. Keren, kan?